Jumat, 04 April 2014

PSIKOTERAPI



 
A.    Pengertian Psikoterapi
Secara bahasa psikoterapi berasal dari kata “psyche” yang berarti jelas, mind, jiwa, dan “therapy” yang berarti merawat atau mengasuh. Jadi psikoterapi secara etimologis berarti perawatan terhadap aspek kejiwaan seseorang (dalam Ariyanto, 2006)
Selain itu, secara terminologis terdapat beberapa definisi, diantaranya yang dikemukakan oleh Prawitasari (dalam Subandi, 2002) merumuskan psikoterapi sebagai berikut: psikoterapi/ usada jiwa/ usada rasa/ usada mental adalah proses formal interaksi antara dua pihak atau lebih. Yang satu adalah professional penolong dan yang lain adalah orang yang ditolong dengan catatan bahwa interaksi itu menuju pada perubahan atau penyembuhan. Perubahan itu dapat berupa perubahan rasa, psikis, perilaku, kebiasaan yang ditimbulkan dengan adanya tindakan professional penolong dengan latar ilmu perilaku dan teknik-teknik usada yang dikembangkannya.
Sementara itu, Watson dan Morse (dalam Ariyanto, 2006), psikoterapi dirumuskan sebagai bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, psikoterapi adalah proses interaksi antara klien dan terapis dengan memanfaatkan prinsip psikologis, untuk melakukan perubahan pikiran, perasaan, dan perilaku klien, dengan tujuan membantu klien mengatasi masalah dan memecahkan masalahnya atau berkembang sebagai individu yang mampu mengendalikan diri dalam kehidupannya.

B.     Tujuan Psikoterapi
Tujuan yang ingin dicapai dalam psikoterapi mencakup beberapa aspek dalam kehidupan manusia, yaitu:
a. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar. Hal ini biasanya dilakukan melalui terapi yang bersifat direktif dan suportif. Persuasi dengan berbagai cara, mulai dari nasehat yang sederhana sampai dengan hipnosis, untuk menolong orang bertindak dengan cara yang tepat.
b. Mengurangi tekanan emosi dengan memberi kesempatan seseorang untuk mengekspesikan perasaan yang mendalam. Fokus di sini adalah adanya katarsis. Hal ini disebut mengalami, bukan hanya membicarakan pengalaman emosi yang mendalam. Dengan mengulangi pengalaman ini dan mengekspresikannya akan menimbulkan pengalaman baru.
c. Membantu klien mengembangkan potensinya. Melalui hubungannya dengan terapis, klien diharapkan dapat mengembangkan potensinya. Klien diharapkan mampu melepaskan diri dari fiksasi yang dialaminya atau menemukan dirinya mampu berkembang ke arah yang lebih positif.
d. Mengubah kebiasaan. Terapi memberi kesempatan untuk merubah perilaku. Terapis bertugas menyiapkan situasi belajar baru yang dapat digunakan untuk untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan yang kurang adaptif. Pendekatan perilaku sering digunakan untuk mencapai tujuan ini.
e. Mengubah struktur kognitif individu. Struktur kognitif individu yang mengalami kesenjangan dengan kenyataan yang dihadapinya diubah sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.
f. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat. Tujuan ini hampir sama dengan tujuan konseling. Dalam terapi sering terjadi isu tentang pengambilan keputusan dan pemecahan masalah muncul. Maka langkah-langkah seperti dalam konseling dapat dilakukan. Misalnya dapat dilakukan kombinasi antara kemampuan, keterampilan yang dimiliki klien disesuaikan dengan minatnya untuk menentukan keputusan yang akan diambilnya.
g. Meningkatkan kemampuan diri atau insight. Terapi biasanya menuntun individu untuk lebih mengerti tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukannya. Individu juga akan mengerti mengapa ia melakukan tindakan tertentu. Kesadaran dirinya ini penting sehingga ia akan lebih rasional dalam menentukan langkah selanjutnya. Apa yang dulu tidak disadarinya menjadi lebih disadarinya sehingga ia mengetahui konflik-konfliknya dan dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat.
h. Meningkatkan hubungan antar pribadi. Konflik yang dialami manusia biasanya bukan hanya konflik intrapersonal tetapi juga interpersonal. Manusia sejak lahir sampai mati membutuhkan manusia lain, sehingga ia banyak tergantung dengan orang-orang penting dalam hidupnya. Dalam terapi individu dapat berlatih kembali untuk meningkatkan hubungannya dengan orang lain sehingga ia dapat hidup lebih sejahtera. Ia mampu berhubungan lebih efektif dengan orang lain. Terapi kelompok dapat memberikan kesempatan bagi individu dalam meningkatkan hubungan antar pribadi ini.
i. Mengubah lingkungan sosial individu. Hal ini terutama dilakukan dalam terapi anak-anak. Anak yang bermasalah biasanya hidup dalam lingkungan yang kurang sehat. Dalam hal ini terapi ditujukan untuk orangtua dan lingkungan sosial di mana anak berada. Terapi yang berorientasi pada sistem banyak digunakan untuk memperbaiki lingkungan sosial individu.
j. Mengubah proses somatik untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran tubuh. Dalam hal ini latihan-latihan fisik dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran individu. Misalnya latihan relaksasi untuk mengurangi kecemasan. Latihan yoga, senam, maupun menari untuk mengendalikan ketegangan tubuh.
k. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol, dan kreativitas diri. Berkaitan dengan hal ini mengartikan mimpi dan fantasi, perlu untuk mengerti terhadap apa yang dialaminya. Meditasi juga dapat dilakukan untuk mempertajam penginderaan individu.
Beberapa tujuan terapi di atas biasanya saling mengait satu dengan lainnya, tidak berdiri sendiri-sendiri. Misalnya latihan tubuh dapat dikombinasikan dengan latihan meditasi. Mengembangkan potensi dapat dikombinasikan dengan pemecahan masalah (Subandi, 2002: 7-10).

C.     Unsur-Unsur Psikoterapi
Masserman (dalam Mujib, 2002) melaporkan delapan ‘parameter pengaruh’ dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi, yaitu :
1.         Peran sosial (martabat)
2.         Hubungan psikoterapeutik
        Seorang terapis mendengarkan dengan penuh perhatian. Kemudian terapis menyampaikan pemahamannya terhadap klien atau bertindak untuk menghilangkan penderitaan klien pada saat yang tepat.
3.         Psikoterapi sebagai kesempatan untuk belajar kembali
        Menurut Korchin kepercayaan terhadap tindakan terapis sangat dibutuhkan agar menghasilkan kondisi-kondisi untuk belajar kembali. Seorang klien member kepercayaan bersama dengan ketidakpuasan dan keinginan untuk berubah.
4.      Motivasi, kepercayaan dan harapan
        Kepercayaan merupakan hal yang penting dalam psikoterapi. Klien mengetahui bahwa dirinya dapat mepercayai otoritas terapis. Dan dirinya akan diperlakukan dengan penuh hormat, oleh karena itu klien dapat mengungkapkan pikirannya secara terbuka tanpa adanya penolakan. Sedangkan harapan dan ketakutan dapat sesekali menyelimuti klien ketika hendak melakukan psikoterapi.
5.      Hak
6.      Retrospeksi
7.      Reduksi
8.   Rehabilitasi

D.    Perbedaan Antara Psikoterapi dan Konseling
Thomson & Rudolph (dalam Gunarsa, 2007) menyatakan bahwa perbedaan konseling dan psikoterapi adalah sebagai berikut:

No
Konseling
Psikoterapi
1
Klien
Pasien
2
Gangguan yang kurang serius
Gangguan yang serius
3
Masalah: Jabatan, Pendidikan
Masalah kepribadian dan pengambilan keputusan
4
Prevensi
Kurasi atau penyembuhan
5
Lingkungan pendidikan dan non medis
Lingkungan medis
6
Berhubungan dengan kesadaran
Berhubungan dengan ketidaksadaran
7
Metode pendidikan
Metode penyembuhan

E.     Pendekatan Psikoterapi Terhadap Mental Illness
Menurut J.P. Chaplin  ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness, diantaranya:
a) Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
b) Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
c) Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
d) Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

F.      Bentuk-Bentuk Utama Dari Terapi
Bentuk utama yang dikemukakan oleh Atkinson (dalam Maulany, 1994) terdapat enam teknik atau bentuk utama psikoterapi yang digunakan oleh para psikiater atau psikolog, antara lain:
1. Teknik Terapi Psikoanalisa
Teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dengan impuls seksual dan agresif dari id. Model ini banyak dikembangkan dalam Psiko-analisis Freud. Menurutnya, paling tidak terdapat lima macam teknik penyembuhan penyakit mental, yaitu dengan mempelajari otobiografi, hipnotis, chatarsis, asosiasi bebas, dan analisa mimpi. Teknik freud ini selanjutnya disempurnakan oleh Jung dengan teknik terapi Psikodinamik.
2. Teknik Terapi Perilaku
Teknik ini menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu, antara lain desensitisasi, sistematik, flooding, penguatan sistematis, pemodelan, pengulangan perilaku yang pantas dan regulasi diri perilaku.
3. Teknik Terapi Kognitif Perilaku
Terapis membantu individu mengganti interpretasi yang irasional terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih realistik.
4. Teknik Terapi Humanistik
Teknik dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesunguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi terapis yang minimal (client-centered-therapy). Gangguan psikologis diduga timbul jika proses pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau orang lain.
5. Teknik Terapi Eklektik atau Integratif
Yaitu memilih teknik terapi yang paling tepat untuk klien tertentu. Terapis mengkhususkan diri dalam masalah spesifik, seperti alkoholisme, disfungsi seksual, dan depresi.
6. Teknik Terapi Kelompok dan Keluarga
Terapi kelompok adalah teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa. Sedang terapi keluarga adalah bentuk terapi khusus yang membantu pasangan suami-istri, atau hubungan arang tua-anak, untuk mempelajari cara yang lebih efektif, untuk berhubungan satu sama lain dan untuk menangani berbagai masalahnya.

Sumber Referensi:
Ariyanto, M Darojat. (2006). PSIKOTERAPI DENGAN DOA. Jurnal Suhuf.
Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Maulany, R F;. (1997). BUKU SAKU PSIKIATRI. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Mujib, A. (2002). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Subandi, M. A (ed.). (2002). Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontemporer. Yogyakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM